Pages

Senin, 10 Desember 2012

Tentang Air, Air, dan Air

Senin, 10 Desember 2012

Pernah terfikir tentang krisis air bersih? Saya dulu ngga pernah mikir tentang krisis air bersih. Yang saya tahu, setiap hari air mengalir bila kita membuka kran di rumah. Tapi sekitar satu tahun yang lalu, saat saya masuk di jurusan Teknik Lingkungan ITB, pandangan saya tentang itu berubah. Banyak hal yang samasekali tidak saya ketahui sebelumnya. Krisis air bersih itu sekarang bisa jadi ancaman bagi banyak orang. Di jurusan ini saya bergabung di Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB (HMTL ITB), yang beberapa agendanya membahas tentang isu lingkungan seperti krisis energi, krisis air bersih, sampai teknologi tepat guna.

Sekitar bulan Oktober tahun lalu, saya dan teman-teman magangers di departemen keprofesian HMTL diberi tugas untuk mengkaji permasalahan sarana yang ada di sekitar ITB diantaranya tentang Insenerator (yang asapnya ternyata masih berbau dan berwarna), masalah mata air (tentang pemakaiannya), dan masalah watertap (kenapa tidak jalan). Kelompok saya kebagian untuk mengkaji permasalahan mata air di Babakan Siliwangi (Baksil).
mata air di Babakan Siliwangi, dekat dengan kolam limbah
“Oh ya? Di Baksil ada mata air, gitu?” ya, saya dan beberapa teman saya bertanya-tanya. Emang di baksil ada mata air?
“Dulunya mata air di Baksil sendiri ada sekitar delapan, tapi sekarang tinggal satu dan itupun dekat dengan MCK, dan debitnya superkecil,” kakak dari keprofesian menjelaskan tentang kondisi eksistingnya. Dan beberapa hari kemudian kelompok kecil saya beserta dua kakak dari keprofesian menelusur si mata air itu. Pas pertamakali melihat, saya dan dua teman saya berkata, ”Wah, baru tahu lah, itu ternyata mata air,”.

Kami memang pernah beberapa kali pergi ke Baksil dan melewati tempat tersebut, tapi ngga nyadar kalau itu mata air. Bentuknya sederhana, hanya dialirkan pakai pipa dari kolam mata air ke bak penampung yang letaknya dekat sama kolam limbah. Saya pikir cuma limbah cuci, tapi ternyata ada limbah kakus juga padahal ini mata air jadi sumber air buat warga sekitar yang ngga punya sumur gali dan ngga langganan PDAM.

Yap. Dari gambaran diatas, ada beberapa permasalahan yang bisa dilihat. Yang pertama adalah makin berkurangnya jumlah mata air. Ini disebabkan karena pengeksploitasian yang berlebih, penggunaan yang tidak benar, ataupun karena tertutup bangunan. Dan yang kedua adalah mata air tersebut rawan tercemar. Nah, itu di Baksil sendiri, satu-satunya mata air yang tersisa letaknya malah sebelahan sama tempat limbah, bisa jadi si mata air tercemar oleh zat-zat berbahaya.

Mata air yang semakin sedikit seharusnya dijaga dan dilestarikan. Yang terfikir oleh kami saat itu untuk menjaga si mata air ini (dan sampai sekarang belum terealisasi ._.) adalah membuat bak pengumpul yang lebih baik, membatasi dindingnya dengan bahan kedap air sehingga pencemar bisa diminimalisir, serta membuat tutup bak. Untuk kolam limbah, diharapkan ada instalasi pengolah limbah. Tapi sebenarnya hal yang paling mudah itu adalah mengajak warga sekitar untuk tidak membuang limbahnya di dekat mata air. Saat mata air sudah tercemar atau habis, pasti mereka baru sadar bahwa mata air tersebut merupakan sumber kehidupan.

Jadi ingat, saat ibu saya masih kecil, rumah nenek di daerah Boyolali belum ada listrik apalagi langganan PDAM. Saat itu kerasa gimana susahnya cari air. Harus jalan kaki agak lama dan ngambil airnya di sungai. Tapi sungainya bersih lho ya, soalnya itu sumbernya mata air dari gunung. Dan bayangkan sekarang, kayaknya orang dengan asyiknya menghambur-hamburkan air bersih sementara di tempat lain saudara-saudara kita menderita kekeringan. Hemat air bisa dimulai dari hal kecil seperti menutup kran dengan kencang, atau menyiram WC dengan gayung daripada pakai flush.

Selain kasus Baksil, ada hal yang lain. Saya tinggal di daerah Plesiran. Mayoritas penduduknya pakai air tanah, bukan dari air PDAM. Saat pengumpulan data karena ada tugas matakuliah Kesehatan Lingkungan, alasan penduduk ngga make PDAM karena kualitas airnya jauh, lebih bagus pakai air tanah. Saya pernah diterangkan oleh Dosen bahwa sebenarnya mata air ataupun air tanah itu dikuasai oleh pemerintah. Penggunaan air tanah itu ngga gratis, ada kompensasi yang dikenakan tapi saya kurang tahu besarnya berapa. Menurut saya itu dilakukan untuk mengontrol penggunaan air bersih warga, kalau penggunaan air tanah sendiri ngga dikontrol akibatnya bisa banyak, antara lain penurunan ketinggian tanah karena lapisan air tanah menipis.

Yak. Bandung beruntung masih ada cadangan air tanah yang bisa disedot, tapi tunggu beberapa tahun lagi, krisis air pasti terjadi kalau pemakaiannya ngga benar apalagi sekarang jumlah pohon makin berkurang. Krisis ini bisa dicegah dengan meminimalisasi penggunaan air tanah, yaitu dengan mempercayakan aliran air kepada perusahaan air tertentu tapi harus dibarengi dengan peningkatan kualitas air yang baik serta kebocoran pipa juga harus dikurangi.

Menjaga sumber air itu juga berarti untuk kepentingan kita sehari-hari karena kita tidak bisa hidup tanpa air. Untuk konsumsi sehari-hari kita butuh sekurang-kurangnya 8 gelas per hari. Dengan apa kita memenuhi kebutuhan itu? Yang gampangnya sih masak sendiri, atau beli galon dan buat diminum di rumah. Kadang merasa riweuh kalau harus masak sendiri atau bawa minum dari rumah dan saat di kampus kita memilih untuk membeli air minum dalam kemasan. Sebenarnya kebiasaan itu harus distop, selain untuk menghemat uang saku, bisa mengurangi sampah kemasan juga.

Saya mengenal beberapa teknologi untuk mempersiapkan air yang bisa kita konsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu. Ada tiga, yang pertama watertap, lalu reverse osmosis, dan yang ketiga PureIt. Teknologi watertap di Indonesia yang ada di institusi cuma ada dua, di sebuah SD di kota Malang, dan di ITB. Sayangnya watertap di ITB ini ngga berfungsi karena kerusakan pada saluran pipa dan di bagian filternya. Bila di kampus atau di tempat umum ada sarana watertap, kita ngga perlu khawatir lagi kalau kehausan di taman kota, tinggal buka kran dan langsung minum airnya. Teknologi ini ada di negara-negara maju.
1. water tap di ITB yang belum bisa dipakai lagi 


Yang kedua adalah memakai teknologi reverse osmosis yaitu penyaringan air dengan membran, tapi kekurangannya adalah semua partikel lolos kecuali H2O. Jadi mineral-mineral yang diperlukan juga tertahan di membran. Kekurangan yang paling krusial adalah: MAHAL! Untuk konsumsi pribadi, alat dengan teknologi ini dijual seharga 2-4 juta per unit.
2. produk dengan reverse osmosis

Yang ketiga adalah~~ PureIt. Tidak perlu listrik tidak perlu baterai dan tentunya harganya lebih murah dari teknologi reverse osmosis. Penasaran ketika lihat iklannya, dibilang aman-aman tapi saya tetap ragu. Lalu saya browsing di internet, ternyata yang bikin aman itu unit germ kill. Proses kerja pemurnian air di PureIt dibagi jadi 4 tahap. Tahap pertama dengan serat mikro, kedua dengan karbon aktif, yang ketiga dengan prosesor pembunuh kuman dan bakteri serta virus, dan yang terakhir adalah tahap penjernih. 
3. PureIt

Nah Komponen 2-3-4 ini yang disebut Germkill Kit (Perangkat Pembunuh Kuman) yang akan memurnikan 1500 lt air setara dengan 80 galon (suhu air 25o C, kelembaban sedang) untuk 6 8 bulan pemakaian. Masa pakai Germkill Kit tergantung dengan pemakaian air. PureIt ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sangat praktis karena hanya memasukkan air kedalam alat bagian atas, dan nantinya air akan dimurnikan. Yang kedua adalah stidak memerlukan gas, listrik, ataupun saluran pipa. Dan yang terpenting adalah LEBIH MURAH.  Biaya per liter pemurnian air hanya Rp100, jauh di bawah harga air galon dari merek ternama (Rp526/liter), air isi ulang (Rp187/liter), dan air rebus (Rp107/liter).  Selain itu air terlindung dari kuman berbahaya serta memiliki indikator yang dapat menunjukan lebih awal kapan germ kill kit nya harus diganti.

Oke, itu sekilas tentang air, air, dan air. Lewat tulisan ini saya juga ingin menyampaikan, mari berhemat air, mari menggunakan air dengan lebih bijak, dan mari kita jaga kelesatarian sumber air bersih. Alam ini bukan milik kita, tapi titipan dari anak cucu kita untuk kita pakai dan kita lestarikan. Sekian :)

*artikel ini dibuat untuk mengikuti lomba PureIt: Kelestarian Sumber Air Minum tapi ga menang, hehe :3

sumber gambar:
1. http://majalahganesha.com/blog/2012/05/03/sampah-sampah-sumbangan-alumni/
2.http://www.iconest.com/water/index.php?option=com_content&view=article&id=13&Itemid=12 
3 http://www.pureitwater.com/ID/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mau bertukar pikiran?:D

アイサ の ノート © 2014