Pernah terfikir tentang krisis air
bersih? Saya dulu ngga pernah mikir
tentang krisis air
bersih. Yang saya tahu, setiap hari air
mengalir bila kita membuka kran di rumah. Tapi sekitar satu tahun yang lalu,
saat saya masuk di jurusan Teknik Lingkungan ITB, pandangan saya tentang itu
berubah. Banyak hal yang samasekali tidak saya ketahui sebelumnya. Krisis air
bersih itu sekarang bisa jadi ancaman bagi banyak orang. Di jurusan ini saya
bergabung di Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB (HMTL ITB), yang beberapa
agendanya membahas tentang isu lingkungan seperti krisis energi, krisis air
bersih, sampai teknologi tepat guna.
Sekitar bulan Oktober tahun lalu, saya dan teman-teman magangers di departemen keprofesian HMTL
diberi tugas untuk mengkaji permasalahan sarana yang ada di sekitar ITB
diantaranya tentang Insenerator (yang asapnya ternyata masih berbau dan
berwarna), masalah mata air
(tentang pemakaiannya), dan masalah watertap
(kenapa tidak jalan). Kelompok saya kebagian untuk mengkaji permasalahan
mata air
di Babakan Siliwangi (Baksil).
mata air di Babakan Siliwangi, dekat dengan kolam limbah |
“Dulunya mata air di Baksil sendiri ada sekitar delapan, tapi
sekarang tinggal satu dan itupun dekat dengan MCK, dan debitnya superkecil,”
kakak dari keprofesian menjelaskan tentang kondisi eksistingnya. Dan beberapa
hari kemudian kelompok kecil saya beserta dua kakak dari keprofesian menelusur
si mata air itu. Pas pertamakali melihat, saya dan dua teman
saya berkata, ”Wah, baru tahu lah, itu ternyata mata air,”.
Kami memang pernah
beberapa kali pergi ke Baksil dan melewati tempat tersebut, tapi ngga nyadar kalau itu mata air. Bentuknya sederhana, hanya dialirkan pakai pipa
dari kolam mata air ke bak penampung yang letaknya dekat sama kolam
limbah. Saya pikir cuma limbah cuci,
tapi ternyata ada limbah kakus juga padahal ini mata air jadi sumber air buat warga sekitar yang ngga punya sumur gali dan
ngga langganan PDAM.
Yap. Dari gambaran
diatas, ada beberapa permasalahan yang bisa dilihat. Yang pertama adalah makin
berkurangnya jumlah mata air. Ini disebabkan karena pengeksploitasian yang berlebih,
penggunaan yang tidak benar, ataupun karena tertutup bangunan. Dan yang kedua
adalah mata air tersebut
rawan tercemar. Nah, itu di Baksil sendiri, satu-satunya mata air
yang tersisa letaknya malah sebelahan sama tempat limbah, bisa jadi si mata air
tercemar oleh zat-zat berbahaya.
Mata air
yang semakin sedikit seharusnya dijaga dan dilestarikan. Yang terfikir oleh
kami saat itu untuk menjaga si mata air
ini (dan sampai sekarang belum terealisasi ._.) adalah membuat bak pengumpul
yang lebih baik, membatasi dindingnya dengan bahan kedap air
sehingga pencemar bisa diminimalisir, serta membuat tutup bak. Untuk kolam limbah, diharapkan ada instalasi
pengolah limbah. Tapi sebenarnya hal yang paling mudah itu adalah mengajak
warga sekitar untuk tidak membuang limbahnya di dekat mata air. Saat mata air sudah tercemar atau habis, pasti mereka
baru sadar bahwa mata air tersebut merupakan sumber kehidupan.
Jadi ingat, saat
ibu saya masih kecil, rumah nenek di daerah Boyolali belum ada listrik apalagi
langganan PDAM. Saat itu kerasa gimana susahnya cari air. Harus jalan kaki agak lama dan ngambil airnya di sungai. Tapi sungainya bersih lho ya,
soalnya itu sumbernya mata air dari gunung. Dan bayangkan sekarang, kayaknya
orang dengan asyiknya menghambur-hamburkan air bersih sementara di tempat lain saudara-saudara
kita menderita kekeringan. Hemat air bisa dimulai dari hal kecil seperti menutup kran
dengan kencang, atau menyiram WC dengan gayung daripada pakai flush.
Selain kasus
Baksil, ada hal yang lain. Saya
tinggal di daerah Plesiran. Mayoritas penduduknya pakai air tanah, bukan dari air PDAM. Saat pengumpulan data karena ada tugas
matakuliah Kesehatan Lingkungan, alasan penduduk ngga make PDAM karena kualitas airnya jauh, lebih bagus pakai air tanah. Saya pernah diterangkan oleh Dosen bahwa
sebenarnya mata air ataupun air tanah itu dikuasai oleh pemerintah. Penggunaan air tanah itu
ngga gratis, ada kompensasi yang dikenakan tapi saya kurang tahu besarnya
berapa. Menurut saya itu dilakukan untuk mengontrol penggunaan air bersih warga, kalau penggunaan air tanah sendiri
ngga dikontrol akibatnya bisa banyak, antara lain penurunan ketinggian
tanah karena lapisan air tanah menipis.
Yak. Bandung
beruntung masih ada cadangan air tanah yang bisa disedot, tapi tunggu beberapa
tahun lagi, krisis air pasti terjadi kalau pemakaiannya ngga benar apalagi sekarang jumlah pohon makin berkurang. Krisis
ini bisa dicegah dengan meminimalisasi penggunaan air tanah, yaitu dengan mempercayakan aliran air kepada perusahaan air tertentu tapi harus dibarengi dengan peningkatan
kualitas air yang baik serta kebocoran pipa juga harus
dikurangi.
Menjaga sumber air itu juga berarti untuk kepentingan kita
sehari-hari karena kita tidak bisa hidup tanpa air. Untuk konsumsi sehari-hari kita butuh
sekurang-kurangnya 8 gelas per hari. Dengan apa kita memenuhi kebutuhan itu?
Yang gampangnya sih masak sendiri, atau beli galon dan buat diminum di rumah. Kadang
merasa riweuh kalau harus masak
sendiri atau bawa minum dari rumah dan saat di kampus kita memilih untuk
membeli air minum dalam kemasan. Sebenarnya kebiasaan itu
harus distop, selain untuk menghemat
uang saku, bisa mengurangi sampah kemasan juga.
Saya mengenal
beberapa teknologi untuk mempersiapkan air yang bisa kita konsumsi tanpa dimasak terlebih
dahulu. Ada tiga, yang pertama watertap, lalu reverse osmosis, dan yang ketiga PureIt. Teknologi watertap di Indonesia yang ada di
institusi cuma ada dua, di sebuah SD di kota Malang, dan di ITB. Sayangnya watertap di ITB ini ngga berfungsi karena kerusakan pada saluran pipa dan di bagian
filternya. Bila di kampus atau di tempat umum ada sarana watertap, kita ngga perlu
khawatir lagi kalau kehausan di taman kota, tinggal buka kran dan langsung
minum airnya. Teknologi ini ada di negara-negara maju.
1. water tap di ITB yang belum bisa dipakai lagi |
Yang kedua adalah
memakai teknologi reverse osmosis yaitu
penyaringan air dengan membran, tapi kekurangannya
adalah semua partikel lolos kecuali H2O. Jadi mineral-mineral yang
diperlukan juga tertahan di membran. Kekurangan yang paling krusial adalah:
MAHAL! Untuk konsumsi pribadi, alat dengan teknologi ini dijual seharga 2-4
juta per unit.
2. produk dengan reverse osmosis |
Yang ketiga adalah~~ PureIt. Tidak perlu listrik tidak
perlu baterai dan tentunya harganya lebih murah dari teknologi reverse osmosis. Penasaran ketika lihat
iklannya, dibilang aman-aman tapi
saya tetap ragu. Lalu saya browsing di internet, ternyata yang bikin aman itu
unit germ kill. Proses kerja
pemurnian air di
PureIt
dibagi jadi 4 tahap. Tahap pertama dengan serat mikro, kedua dengan karbon
aktif, yang ketiga dengan prosesor pembunuh kuman dan bakteri serta virus, dan
yang terakhir adalah tahap penjernih.
3. PureIt |
Nah Komponen 2-3-4 ini yang disebut Germkill Kit (Perangkat
Pembunuh Kuman) yang akan memurnikan 1500 lt air
setara dengan 80 galon (suhu air 25o
C, kelembaban sedang) untuk 6 8 bulan pemakaian. Masa pakai Germkill Kit tergantung dengan pemakaian air.
PureIt
ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sangat praktis karena hanya
memasukkan air kedalam alat bagian
atas, dan nantinya air akan
dimurnikan. Yang kedua adalah stidak memerlukan gas, listrik, ataupun saluran
pipa. Dan yang terpenting adalah LEBIH MURAH.
Biaya per liter pemurnian air
hanya Rp100, jauh di bawah harga air
galon dari merek ternama (Rp526/liter), air
isi ulang (Rp187/liter), dan air rebus
(Rp107/liter). Selain itu air terlindung dari kuman berbahaya
serta memiliki indikator yang dapat menunjukan lebih awal kapan germ kill kit
nya harus diganti.
Oke, itu sekilas tentang air,
air,
dan air.
Lewat tulisan ini saya juga ingin menyampaikan, mari berhemat air,
mari menggunakan air
dengan lebih bijak, dan mari kita jaga kelesatarian sumber air
bersih. Alam ini bukan milik kita,
tapi titipan dari anak cucu kita untuk kita pakai dan kita lestarikan. Sekian
:)
*artikel ini
dibuat untuk mengikuti lomba PureIt: Kelestarian Sumber Air Minum tapi ga menang, hehe :3
sumber gambar:
1. http://majalahganesha.com/blog/2012/05/03/sampah-sampah-sumbangan-alumni/
2.http://www.iconest.com/water/index.php?option=com_content&view=article&id=13&Itemid=12
3 http://www.pureitwater.com/ID/
3 http://www.pureitwater.com/ID/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mau bertukar pikiran?:D