Entah kenapa jadi
teringat saat-saat itu. Kurang dari sebulan lagi usiaku sembilan belas. Itu
waktu yang sudah aku lewatkan, pergi menjauh tak terlihat. Entah kenapa, setiap
momen ini, selalu menggoreskan sedikit luka. Mungkin ini saja aku yang terlalu
sensitif.
”Uda dibeliin
rotinya kok, ntar tinggal eksekusinya,” makhluk satu di sampingku berbisik
dengan makhluk dua.
”Oh ya udah. Buat
besok nih, gue ngga ngerti kosan dia dimana, mampus. Mau ngasi surprise, juga,”
makhluk dua menimpali. Mereka sedang membicarakan sebuah surprise untuk teman
yang ulang tahun hari ini dan besok. Kebetulan, ulang tahunnya deketan.
Tapi kayaknya itu
bukan hal yang penting.
”Itu penting sih,
itu menunjukkan seberapa care temen lo sama diri lo,” salah satu sisi telingaku
berbisik. Ah ya, apa pertemanan hanya sebatas surprise party?
Jadi ingat, entah
kenapa aku selalu percaya teori ”apa yang kita dapat itu dari apa yang kita
perbuat”. Aku menganggap bahwa yang kita dapat adalah hasil konkrit dari apa
yang kita perbuat. Tapi itu tidak benar, hasilnya tidak selalu konkrit.
Sedikit bercerita,
dari SMP aku selalu memiliki kebiasaan aneh, entah menghafal ukuran sepatu
orang sekelas, ngafalin siapa saja yang sering ke perpustakaan, sampai akhirnya
SMA, aku hafal tanggal lahir satu kelas, termasuk tahunnya. Kelasku super
homogen. Karena hafal tanggal lahir, tiap kali ada yang ulang tahun, hampir
selalu aku yang pertama bisik-bisik bahwa hari ini ada yang ulang tahun. Tapi
entah mereka sudah tahu atau belum, karena ada teknologi yang bernama facebook.
Aku ngga punya
facebook. Tapi kayaknya otakku punya reminder tersendiri. Dan kalo lagi punya
pulsa, gue selametin tuh satu-satu yang ulang tahun.
Pas saya ulang
tahun...
Ngga ada yang tau.
Miris?
Yah, kalau saya
masih labil dulu, saya sudah dipastikan nangis, tertawa miris, bersikap
layaknya ngga ada apa-apa.
”Salah sendiri
ngga punya FB, kan orang taunya kamu ulang tahun dari situ,” pikiran itu
tiba-tiba terlintas.
”Orang lain ngga
sefreak kamu, ngapalin tanggal lahir
orang satu-satu,” dan pikiran itu mengejekku, menusukku. Benar, benar.
Sampai di rumah
setelah sekolah, HP ada beberapa SMS, dari teman SMP semua, teman baik. Di SMA
ku ngga boleh bawa hp. Isi SMS itu...
Selamat ulang tahuuuunnn
A~~~~aaaa
sepenggal kata itu tiba-tiba membuatku menangis bahagia. Teman SMP ku masih
ingat, mereka selalu ingat, ngga pernah absen ngasi selamat pas ulang tahun.
Rasanya ucapan dari mereka sudah cukup, menggantikan orang-orang yang setiap
hari mondar-mandir di sekelilingku tapi ternyata tidak memperhatikanku.
*pikiran labil.
Terimakasih
temaaaaan aku mengingatnya, aku selalu mengingatnya, kalian baik, kalian tak
tergantikan :”””””””””””””””””””””)
Dan sekarang, saya
sudah make-up semua kegalauan dengan
satu quote yang sering saya dengar, tapi baru saya rasakan sekarang:
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
yang lainnya
Pokoknya lakukan
yang terbaik, terbaik, dan terbaik. Jangan pikirkan apa yang mereka lakukan
untukmu, tapi pikirkan apa yang kau lakukan untuk mereka. Simple. Kita bisa
bahagia dengan tidak berfikir macam-macam.
Tapi, hanya
sekedar mengingat, itu tidak masalah, kan? :)
*Postingan ini khusus
dibuat untuk teman seperjuangan SMP yang sekarang sudah terpisah tempat, tapi
aku yakin, ’rasa’ kita masih bersatu :) miss you Fathin, Nanda, Maya, Afifah,
Faridha :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mau bertukar pikiran?:D