Kancut Keblenger, mengadakan lomba
tentang memori dan kenangan yang ada di tahun 2014 ini. Karena ga pernah
nyeloteh ke grup atau ikut event sebelumnya, saya pun memantapkan diri untuk
ikut event kali ini biar lebih afdol jadi kawancut nyahaha. Yak, dan lewat post
ini, saya akan menceritakan sebuah rahasia kepada kalian, tentang suramnya 2014
kali ini *halah.
Dulu saya
heran dengan kakak tingkat, bahkan teman satu kelas yang sering ilang-ilangan
saat kuliah. Susah di cari, dan ga ada kabar samasekali. Dan kemudian,
pertanyaan saya terjawab sejelas-jelasnya.
Iya Bisa.
Karena…
Ehm iya…..
karena gantian saya yang ‘menghilang’ dari keberadaan kampus.
Ah, jadi
gini toh ‘sesuatu’ yang ‘orang-orang’ itu rasakan :””
Mungkin terdengar
konyol, tapi setengah tahun terakhir di 2014 saya memang benar-benar putus
kontak dengan teman-teman. Saya menghilang. Di tahun terakhir ini, saya malah
bikin masalah, yang bahkan membuat kelulusan saya tertunda. Masalah itu adalah
sebuah ketakutan. Mungkin benar kata 9gag. FEAR itu ada dua artian:
(sumber) |
Saya milih
opsi ke-1, ga menyelesaikan masalah tapi malah memilih lari. Yah walau
sebenarnya ketakutan itu tetap bersemayam di pikiran.
Sebenarnya
masalahnya sepele. Karena engga kunjung diselesaikan, akhirnya masalahnya
membesar. Saya tipe orang yang cukup sensitif. Seringkali menerka-nerka apa
yang ada dipikiran orang. Saya gampang banget kepengaruh sama omongan negative orang.
Saya selalu merasa kalau orang lain itu mandang rendah ke saya. Oke, karena emang di
kampus saya bukan orang yang popular dan punya kelebihan di bidang akademik.
Di pertengahan tahun terakhir 2014 saya benar-benar down. Untuk menyemangati diri pun
rasanya ga sanggup. Saya Cuma jadi pecundang yang berdiam diri di kamar kosan,
menunggu keajaiban. Tapi kemudian saya sadar bahwa keajaiban juga harus dicari, bukan hanya ditunggu.
Saya pun
memberanikan diri untuk pergi ke kampus, mencoba untuk memulai untuk
menyelesaikan masalah. Tapi tapi….
Iya, saya
ke kampus. Nyampe gerbang depan, baru jalan semenit, ga berani. Saya langsung
balik lagi ke kosan.
Kejadian itu
engga cuma sekali doang, Saya takut masuk kampus karena
takut ketemu orang-orang yang saya kenal akan menanyakan kabar ,”kemana aja? Gimana
TA?”. Nah, makin stress saya. Pun saat berbelanja di sebuah supermarket dua
lantai, ga sengaja pas mau turun tangga ngeliat teman satu angkatan juga lagi
belanja. Melihat itu, saya diam, bersembunyi di lantai dua menunggu sampai
teman satu angkatan itu selesai belanja. Aneh emang. Bahkan, bertemu dengan
teman dekat pun saya engga berani. SMS nya pun ga ada yang saya balas. Rasa takut
ini mendominasi. Ingin bercerita tapi tak mampu. Rasanya ya, ingin menghilang
atau bersembunyi di tempat sing. Walau begitu, saya tetap merasa bahwa diri
saya yang kayak gini itu ga beres. Saya harus berubah!!
Saya memang
picik. Terlalu larut dalam pergolakan batin sampai-sampai lupa bahwa ada sang Maha
Pengatur segala. Saya lupa berserah diri, lupa berdoa. Saya terlalu naïf,
terlalu sok kuat, sok yakin bahwa bisa menangani semua masalah itu sendiri. Padahal
enggak.
Dan kemudian,
pertolongan itu datang. Pertolongan yang disertai dengan kenyataan yang pahit. Berita
‘menghilang’nya saya dari kampus sampai ke telinga orang tua saya. Dan juga
teman satu angkatan. Karena udah semester akhir banget, udah hampir ga pernah
ketemu sama temen seangkatan. Alhasil di hari itu, hp saya dihujani SMS dari
teman-teman dan telfon dari orang tua.
iya, saat itu mbah putri dari bapak dan mbak kakung dari ibuk sedang sakit. Kakak juga sedang berjuang pendadaran. Dan disini, saya malah bikin masalah.
"Mbok yo kalo ada masalah bilang ke ibuk bapak. Akhir-akhir ini beban bapak-ibuk lagi berat,”
iya, saat itu mbah putri dari bapak dan mbak kakung dari ibuk sedang sakit. Kakak juga sedang berjuang pendadaran. Dan disini, saya malah bikin masalah.
“Ibuk bapak disini selalu doain, kamu disana usaha yo, jangan kabur-kabur lagi,”
Saya akui
saya engga pernah cerita masalah ke siapapun. Ya itu tadi, sok yakin bahwa
semua masalah bisa tertangani sendiri padahal enggak. Dan kemudian saya sadar. Minta
bantuan ke orang itu engga salah kok kalau emang udah ga bisa menangani sendiri.
Manusia itu diciptakan untuk saling membantu, bukan?
Beberapa SMS
yang dikirim teman saya engga ada yang nanya,
”Ma, kenapa kamu ngilang?”tapi sekedar
“Assalaamu’alaikum Rahma gimana kabar?” atau “Rahmaaa kangeeeen,”dan itu sontak membuat saya merasa bahagia. Beberapa lainnya, membuat semangat saya untuk ‘menyembuhkan diri’ menjadi bertambah.
“Adakalanya seseorang itu butuh kesendirian, dek. Tapi alangkah lebih baik kalau tetap kasih kabar ke teman-teman.”
“laa tahzan, Ma! Jangan bersedih, Allah bersamamu,”
Ah jadi
curhat gini :””). Emang sih tahun ini saya jadi lembek banget. Awal tahun lalu
saya juga down, tapi berhasil bangkit di enam bulan terakhir karena saya memberi
sugesti positif ke diri sendiri. Mulai dari posting atau membaca sesuatu yang
membuat semangat membara, dan bahkan membuat lagu.
Yah walaupun
belum kelar masalahnya, seenggaknya saya sudah punya sedikit keberanian untuk menyelesaikannya. Semoga di penghujung
tahun ini, masalahnya selesai. Aamin. Yap, beginilah kisah saya, secuil kenangan yang masih
diperjuangkan. Semoga tahun depan lebih baik dan membawa berkah. Saya harus
berubah, harus!!